LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
1.
Definisi
Hemoroid adalah bagian
vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia
50an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena
yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Smeltzer,
2001).
Hemoroid adalah
pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales yang tidak merupakan keadaan
patologik ( Sjamsuhidayat & Jong, 2004 ).
Hemoroid adalah
pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales (Bacon).
Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu trombosis, ruptur, radang,
ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2000).
Untuk itu dapat
disimpulkan hemoroid adalah pelebaran vena varicosa satu segmen atau lebih
vena-vena hemoroidales yang berdilatasi dalam anus dan rectum.
2.
Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan
Mansjoer (2008), etiologi dari hemoroid adalah :
a.
Faktor Predisposisi :
1)
Herediter atau keturunan
Dalam
hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
2)
Anatomi
Vena
di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali menyebabkan
bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
3)
Makanan misalnya, kurang makan-makanan
berserat
4)
Pekerjaan seperti mengangkat beban
terlalu berat
5)
Psikis
b.
Faktor Presipitasi :
1)
Faktor mekanis (kelainan sirkulasi
parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu
defekasi.
2)
Fisiologis
3)
Radang
4)
Konstipasi menahun
5)
Kehamilan
6)
Usia tua
7)
Diare kronik
8)
Pembesaran prostat
9)
Fibroid uteri
10) Penyakit
hati kronis yang disertai hipertensi portal
3.
Klasifikasi
Hemoroid dapat
diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna.
a.
Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah pleksus
vena hemoroidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Sedangkan menurut Sudoyo (2006), hemoroid
interna dibagi berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1-4 :
1) Derajat
1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop.
2) Derajat
2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam
anus secara spontan.
3) Derajat
3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari.
4) Derajat
4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
trombosis dan infark.
Lebih jelas gambar 1 mengenai hemoroid interna derajat 1-4.
Lebih jelas gambar 1 mengenai hemoroid interna derajat 1-4.
Gambar 1. Derajat Hemoroid Interna
Sumber : Sjamsuhidajat dan Jong
(2005)
b. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat diklasifikasikan menjadi 2 :
Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat diklasifikasikan menjadi 2 :
1)
Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan
bulat kebiruaan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom.
Tanda
dan gejala yang sering timbul adalah :
a)
Sering rasa sakit dan nyeri
b)
Rasa gatal pada daerah hemoroid
Kedua tanda dan gejala tersebut
disebabkan karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor sakit
2)
Kronik
Hemoroid eksterna kronik terdiri
atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung
dan sedikit pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
4.
Patofisiologi
Menurut Price dan
Wilson (2006), serta Sudoyo (2006), patofisiologi hemoroid adalah akibat dari
kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan venous rektum dan vena hemoroidalis.
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis
yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis.
Faktor risiko hemoroid
antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air
besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di
jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor
(tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen
dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan
makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Telah diajukan beberapa
faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada
kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati
kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena
vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu,
sistem portal tidak memiliki katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
Aliran balik vena dari
kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena
mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian dari sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior,
sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran
balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).
Sumber : www.faqs.org
5.
Manifestasi
Klinis
Hemoroid
menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna
merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area
tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid
ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien
sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan
gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang
mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid
intern akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses
atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus
hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”. Kadang
perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005) .
Pasien
harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya sampai
pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam
menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah
perianal akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas
dengan edema dan peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi,
defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intra abdominal tinggi
(mengejan), juga sering pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai
rasa nyeri yang merupakan gejala radang (Mansjoer, 2008).
Hemoroid
eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis.
Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya
secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan
anoskopi. Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan
apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat
hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak
boleh mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh
penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).
6.
Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosis
hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan :
a.
Anamnesis
Pada
anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat
buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal
pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan
adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan
mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Perdarahan
yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid
eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya
timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi,
perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006).
b.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid
eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal
derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid
tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga
diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor.
Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus
dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).
c.
Pemeriksaan Penunjang
Anal canal dan rektum
diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan
untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid
(Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal
dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003)
dalam Kaidar-Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan
dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih
tinggi terhadap lesi di daerah anorektal.
Gejala hemoroid
biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda.
Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk
kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak
nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan
perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan,
2002).
Anoskopi Sigmoidoskopi
7. Komplikasi
Komplikasi hemoroid
yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan strangulasi. Hemoroid
strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani (Price, 2005).
Komplikasi
hemoroid antara lain :
a.
Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat
sehingga pasien takut mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras
dan makin memperberat luka di anus.
b.
Infeksi pada daerah luka sampai terjadi
nanah dan fistula (saluran tak normal) dari selaput lendir usus/anus.
c.
Perdarahan akibat luka, bahkan sampai
terjadi anemia.
d.
Jepitan, benjolan keluar dari anus dan
terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga,
tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat
ditangani dapat busu (Dermawan, 2010).
8.
Penatalaksanaan
Medis
Menurut Smeltzer dan
Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008), penatalaksanaan medis hemoroid
terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal
invasive. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna
derajat I sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi
operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan
untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid
yang tidak respon terhadap pengobatan medis.
a.
Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini
berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/
cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management
program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut
anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha
yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi
jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan
konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan
dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan
selama defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin
satu-satunya tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
b.
Penatalaksanaan Medis Farmakologis
Obat-obat farmakologis
hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama : memperbaiki defekasi, kedua :
meredakan keluhan subyektif, ketiga : menghentikan perdarahan, dan keempat :
menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.
1)
Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat
yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan
pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang banyak
dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium
dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium
dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang
sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja.
Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
2)
Obat simtomatik : bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan
kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas
(lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan
yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain Anusol,
Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus antara lain Ultraproct,
Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk suppositoria digunakan
untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk
hemoroid eksterna (Sudoyo, 2006).
3)
Obat menghentikan perdarahan :
perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid
yang dindingnya tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin
(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium”
atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal
dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
4)
Obat penyembuh dan pencegah serangan
hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan
keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo.
Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per
hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan
hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan
secara bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan
dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
c. Penatalaksanaan
Minimal Invasive
Penatalaksanaan
hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis, farmakologis tidak
berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid,
ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).
Tindakan bedah
konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-karet. Hemoroid
dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang
dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemoroid. Bagian
distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan
lepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat
pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan bagi beberapa pasien, namun
pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid
sekunder dan infeksi perianal. Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode
untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu
tertentu selama timbul nekrosis. Meskipun hal ini relative kurang menimbulkan
nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya
rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya. Laser
Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi
dan abses jarang menjadi komplikasipada periode pasca operatif (Smeltzer dan
Bare, 2002).
d.
Penatalaksanaan Bedah
Hemoroidektomi atau eksisi
bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam
proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital
dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian
dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui
sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau
kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi
Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales interna, membebaskan
mukosa dari submukosa, dan melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa
kembali. Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna
dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic
gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu, klem dilepas dan
jepitan jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).
Acheson dan Scholfield
(2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST
(Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
1)
Hemoroid internal derajat II berulang.
2)
Hemoroid derajat III dan IV dengan
gejala.
3)
Mukosa rektum menonjol keluar anus.
4)
Hemoroid derajat I dan II dengan
penyakit penyerta seperti fisura.
5)
Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
6)
Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering
dilakukan yaitu:
1)
Skleroterapi
Teknik
ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan
urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa
hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan
proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan
menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau
mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati
(1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan
mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang
tinggi.
2)
Rubber Band Ligation
Ligasi
jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan
scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum.
Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
3)
Infrared Thermocoagulation
Sinar
infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan.
Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid.
Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4)
Bipolar Diathermy
Menggunakan
energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang
memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
5)
Laser Haemorrhoidectomy.
6)
Doppler Ultrasound Guided Haemorrhoid
Artery Ligation
Teknik
ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler
probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi
jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan
aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7)
Cryotherapy
Teknik
ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk merusak
jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,
menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak
waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling
jarang dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological Association,
2004).
8)
Stappled Hemorrhoidopexy
Teknik
dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate
line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri
paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar
hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).
KONSEP ASKEP
1.
Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien hemoroid pre dan post operasi hemoroidektomi menurut
Carpenito-Moyet (2007), Smeltzer & Bare (2002), NANDA (2007) :
a.
Cemas berhubungan dengan krisis situasi
akibat rencana pembedahan.
b.
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan interupsi mekanis pada kulit atau jaringan anal.
c.
Resiko perdarahan berhubungan dengan
trauma jaringan sekunder pada luka di anus yang masih baru.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi,
tekanan dan sensitivitas pada area rektal/ anal sekunder akibat penyakit
anorektal, trauma jaringan dan reflek spasme otot spingter ani sekunder akibat
operasi.
e.
Resiko infeksi berhubungan dengan
pembedahan, adanya saluran invasive.
f.
Resiko konstipasi berhubungan dengan
nyeri saat defeksi.
2.
Intervensi
(Rencana Tindakan)
Fokus intervensi pada
pasien pre dan post operasi hemoroid menurut Doenges (2000), Carpenito-Moyet
(2007), dan NANDA (2007) :
a.
Cemas berhubungan dengan krisis situasi
sekunder akibat rencana pembedahan.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang.
Kriteria
hasil : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam berhadapan
dengan mereka. Tampil santai, dapat beristirahat/ tidur cukup melaporkan penurunan
rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Rencana
tindakan :
1)
Identifikasi tingkat rasa takut yang
mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur pembedahan
Rasional : rasa takut yang
berlebihan atau terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.
2)
Validasi sumber rasa takut. Sediakan
informasi yang akurat dan faktual.
Rasional
: mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk menghadapinya
secara realistis.
3) Catat ekspresi yang berbahaya/ perasaan
tidak tertolong, pre okupasi dengan antisipasi perubahan/ kehilangan, perasaan tercekik.
Rasional : pasien mungkin telah
berduka terhadap kehilangan yang ditunjukkan dengan antisipasi prosedur
pembedahan/ diagnosa/prognosa penyakit.
4)
Cegah pemajanan tubuh yang tidak
diperlukan selama pemindahan ataupun pada ruang operasi.
Rasional
: pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri
dan ketidakmampuan untuk
melatih kontrol.
melatih kontrol.
5)
Berikan petunjuk/ penjelasan yang
sederhana pada pasien yang tenang. Tinjau lingkungan sesuai kebutuhan.
Rasional : ketidakseimbangan dari
proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami
petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit.
6)
Instruksikan pasien untuk menggunakan
tekhnik relaksasi.
Rasional
: mengurangi perasaan tegang dan rasa cemas.
7)
Berikan obat sesuai indikasi
Rasional
: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.
b.
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan anal.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.
Kriteria
hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka.
2) Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik
untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Rencana
tindakan :
1)
Beri penguatan pada balutan sesuai
indikasi dengan teknik aseptik yang ketat.
Rasional : lindungi luka dari
kontaminasi, mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan eksoriasi.
2)
Periksa luka secara teratur, catat
karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan akan adanya
kegagalan proses penyembuhan luka/ berkembangnya komplikasi secara dini dapat
mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
3)
Kaji jumlah dan karakteristik cairan
luka
Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses penyembuhan.
Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses penyembuhan.
4)
Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh
daerah luka.
Rasional
: mencegah kontaminasi luka.
5)
Irigasi luka dengan debridement sesuai
kebutuhan.
Rasional
: membuang luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
c.
Resiko perdarahan berhubungan dengan
trauma jaringan sekunder pada luka di anus yang masih baru.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami perdarahan.
Kriteria
hasil : Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal, pasien tidak mengalami
perdarahan, tanda-tanda vital berada dalam batas normal : tekanan darah 120
mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan : 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 - 370C ±
0,50C
Rencana
tindakan :
1)
Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti
perdarahan atau hemoragi.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
keparahan perdarahan pada pasien sehingga dapat menentukan intervensi
selanjutnya.
2)
Monitor tanda vital
Rasional
: Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3)
Pantau hasil lab berhubungan dengan
perdarahan.
Rasional : Banyak komponen darah
yang menurun pada hasil lab dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya.
4)
Siapkan pasien secara fisik dan
psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika diperlukan.
Rasional : Keadaan fisik dan
psikologis yang baik akan mendukung terapi yang diberikan pada pasien sehingga
mampu memberikan hasil yang maksimal.
5)
Awasi jika terjadi anemia
Rasional
: Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
6)
Kolaborasi dengan dokter mengenai
masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi.
Rasional : mencegah terjadinya
komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan untuk menghentikan perdarahan.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi,
tekanan dan sensitivitas pada area rektal/ anal sekunder akibat penyakit
anorektal, trauma jaringan dan refleks spasme otot sfingter ani sekunder akibat
operasi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria
hasil :
1)
Menyatakan bahwa rasa sakit telah
terkontrol/ dihilangkan.
2)
Feses lembek, tidak nyeri saat BAB.
3)
Tampak rileks, dapat istirahat tidur.
4)
Ikut serta dalam aktivitas sesuai
kebutuhan.
Rencana
tindakan :
1)
Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur.
2)
Bantu pasien untuk tidur dengan posisi
yang nyaman : tidur miring.
Rasional : posisi tidur miring
tidak menekan bagian anal yang mengalami peregangan otot untuk meningkatkan
rasa nyaman.
3)
Gunakan ganjalan pengapung dibawah
bokong saat duduk.
Rasional
: untuk meningkatkan mobilisasi tanpa menambah rasa nyeri.
4)
Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam
pertama : kompres rectal hangat atau sit bath dilakukan 3-4x/ hari.
Rasional : meningkatkan perfusi
jaringan dan perbaikan odema dan meningkatkan penyembuhan (pendekatan
perineal).
5)
Dorong penggunaan teknik relaksasi :
latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman, imajinasi.
Rasional : menurunkan ketegangan
otot, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
6)
Beri obat-obatan analgetik seperti
diresepkan 24 jam pertama.
Rasional
: memberi kenyamanan, mengurangi rasa sakit.
e.
Resiko infeksi berhubungan dengan
pembedahan, adanya saluran invasive.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria
hasil :
1)
Memperlihatkan pengetahuan tentang
faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan
yang tepat untuk mencegah infeksi.
2)
Bebas dari proses infeksi nosokomial
selama perawatan di rumah sakit.
Rencana
tindakan :
1)
Kaji status nutrisi, kondisi penyakit
yang mendasari.
Rasional : mengidentifikasi
individu terhadap infeksi nosokomial
2)
Cuci tangan dengan cermat
Rasional : kurangi organisme yang
masuk ke dalam individu
3)
Rawat luka dengan teknik aseptik/
antiseptik
Rasional : kurangi organisme yang
masuk ke dalam individu
4)
Batasi pengunjung
Rasional : melindungi individu yang
mengalami defisit imun dan infeksi.
5)
Batasi alat-alat invasive untuk
benar-benar perlu saja
Rasional : melindungi individu yang
mengalami defisit imun dan infeksi.
6)
Dorong dan pertahankan masukan TKTP
Rasional : kurangi kerentanan individu
terhadap infeksi
7)
Beri therapy antibiotik rasional sesuai
program dokter
Rasional : mencegah segera terhadap
infeksi
8)
Observasi terhadap manifestasi klinis
infeksi (demam, drainase, purulen)
Rasional : deteksi dini proses
infeksi.
f.
Resiko konstipasi berhubungan dengan
nyeri saat defekasi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien bisa BAB 1x
sehari
dengan konsistensi lembek.
Kriteria
hasil, individu akan :
1)
Menggambarkan program defekasi
terapeutik
2)
Melaporkan atau menunjukkan eliminasi
yang membaik (lunak, namun tidak berdarah defekasi lebih 3x dalam seminggu)
3)
Menjelaskan rasional intervensi
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
1)
Ajarkan pasien/ keluarga tentang
pentingnya segera berespon terhadap perasaan defekasi.
Rasional : dengan distensi kronik feses akan lebih
keras dalam rectum.
2)
Rekomendasikan perubahan diit untuk
meningkatkan bulk (tinggi serat 1x sehari) dan cairan ± 8-10 gelas/ hari.
Rasional : meningkatkan penyerapan cairan dalam usus
sehingga feses lembek.
3)
Anjurkan mencoba supositoria daripada
oral dalam 1 jam setelah sarapan.
Rasional : meningkatkan reflek gastro kolik bila
lambung kosong
4)
Tingkatkan tingkat aktivitas secara
adekuat
Rasional
: latihan yang tidak adekuat merupakan faktor utama dalam perubahan konsistensi
feses.
5)
Hindari sarapan yang mengandung asam
lemak
Rasional : memperlambat rangsangan reflek dan
memperlambat pencernaan.
6)
Tingkatkan penggunaan obat konstipasi 2x
sehari bila diperlukan.
Rasional : Melancarkan Buang Air Besar.
DAFTAR PUSTAKA